BeliPusaka Peninggalan Eyang Prabu Jaya Laksana LANGKAH incaran KOLEKTOR di Ragam Pusaka. Promo khusus pengguna baru di aplikasi Tokopedia! Download Tokopedia App. Tentang Tokopedia Mitra Tokopedia Mulai Berjualan Promo Tokopedia Care. Kategori. Masuk Daftar. hoodie wanita ipad mini 4 xiaomi mi a1
Kerajaan Sumedang Larang berasal dari pecahan kerajaan Sunda-Galuh yang beragama Hindu, yang didirikan oleh Prabu Aji Putih atas perintah Prabu Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Pajajaran, Bogor. Saat kepemimpinan Prabu Guru Aji Putih abad XII nama kerajaan tersebut adalah Kerajaan Tembong Agung Tembong artinya nampak dan Agung artinya luhur. Dan pada masa zaman Prabu Tajimalela nama kerajaan diganti menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam, Prabu Tajimalela pernah berkata “Insun medal; Insun madangan”. Artinya Aku dilahirkan; Aku menerangi. Kata Sumedang diambil dari kata Insun Madangan yang berubah pengucapannya menjadi Sun Madang yang selanjutnya menjadi Sumedang. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata Insun Medal yang berubah pengucapannya menjadi Sumedang dan Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingnya. ===================================================================== Prabu Geusan Ulun merupakan raja terakhir Kerajaan Sumedang Larang, karena selanjutnya menjadi bagian Mataram dan pangkat raja turun menjadi adipati bupati. Prabu Geusan Ulun 1580-1608 M dinobatkan untuk menggantikan kekuasaan ayahnya, Pangeran Santri. Ia menetapkan Kutamaya sebagai ibukota kerajaan Sumedang Larang, yang letaknya di bagian Barat kota. Wilayah kekuasaannya meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi Priangan kecuali Galuh Ciamis. Kerajaan Sumedang Larang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik pemerintahan. Pada masa awal pemerintahan Prabu Geusan Ulun, Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan sedang dalam masa kehancurannya karena diserang oleh Kerajaan Banten yang dipimpin Sultan Maulana Yusuf dalam rangka menyebarkan Agama Islam. Oleh karena penyerangan itu Kerajaan Pajajaran hancur. Pada masa kekalahan Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi sebelum meninggalkan Keraton mengutus empat prajurit pilihan tangan kanan Prabu Siliwangi yang disebut sebagai Kandaga Lante untuk pergi ke Kerajaan Sumedang Larang dengan rakyat Pajajaran untuk mencari perlindungan. Kandaga Lante tersebut menyerahkan mahkota emas simbol kekuasaan Raja Pajajaran, kalung bersusun dua dan tiga, serta perhiasan lainnya seperti benten, siger, tampekan, dan kilat bahu pusaka tersebut masih tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun di Sumedang. Kandaga Lante yang menyerahkan tersebut empat orang yaitu Sanghyang Hawu atau Embah Jayaperkosa, Batara Dipati Wiradijaya atau Embah Nangganan, Sanghyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana atau Embah Terong Peot. Walaupun pada waktu itu tempat penobatan raja direbut oleh pasukan Banten wadyabala Banten tetapi mahkota kerajaan terselamatkan. Dengan diberikannya mahkota tersebut kepada Prabu Geusan Ulun, maka dapat dianggap bahwa Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan menjadi bagian Kerajaan Sumedang Larang, sehingga wilayah Kerajaan Sumedang Larang menjadi luas. Batas wilayah baratnya Sungai Cisadane, batas wilayah timurnya Sungai Cipamali kecuali Cirebon dan Jayakarta, batas sebelah utaranya Laut Jawa, dan batas sebelah selatannya Samudera Hindia. Pada masa itu, Kesultanan Mataram sedang pada masa kejayaannya, banyak kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara yang menyatakan bergabung kepada Mataram. Dengan tujuan politik pula akhirnya Prabu Geusan Ulun menyatakan bergabung dengan Kesultanan Mataram dan beliau pergi ke Demak dengan tujuan untuk mendalami agama Islam dengan diiringi empat prajurit setianya Kandaga Lante. Setelah dari pesantren di Demak, sebelum pulang ke Sumedang Larang ia mampir ke Cirebon untuk bertemu dengan Panembahan Ratu penguasa Cirebon, dan disambut dengan gembira karena mereka berdua berasal dari keturunan Sunan Gunung Jati. Dengan sikap dan perilakunya yang sangat baik serta wajahnya yang rupawan, Prabu Geusan Ulun disenangi oleh penduduk di Cirebon. Permaisuri Panembahan Ratu yang bernama Ratu Harisbaya jatuh cinta kepada Prabu Geusan Ulun. Ketika dalam perjalanan pulang, tanpa sepengetahuan Ratu Harisbaya ikut dalam rombongan, dan karena Ratu Harisbaya mengancam akan bunuh diri akhirnya dibawa pulang ke Sumedang Larang. Karena kejadian itu, Panembahan Ratu marah besar dan mengirim pasukan untuk merebut kembali Ratu Harisbaya sehingga terjadi perang antara Cirebon dan Sumedang Larang. Akhirnya Sultan Agung dari Mataram meminta kepada Panembahan Ratu untuk berdamai dan menceraikan Ratu Harisbaya yang aslinya dari Pajang-Demak dan dinikahkan oleh Sultan Agung dengan Panembahan Ratu. Panembahan Ratu bersedia dengan syarat Sumedang Larang menyerahkan wilayah sebelah barat Sungai Cilutung sekarang Majalengka untuk menjadi wilayah Cirebon. Karena peperangan itu pula ibukota dipindahkan ke Gunung Rengganis, yang sekarang disebut Dayeuh Luhur. ================================================================== Baiklah, cukup dengan informasi yang saya dapatkan dari Wikipedia. Karena saat ini, saya ingin menulis tentang penggalan kisah yang saya dapatkan dari keturunan anggota keluarga Pajajaran yang kemudian masuk ke dalam kerajaan Sumedang Larang. Saya menulis kisah ini berdasarkan penuturan seorang ibu yang bernama Lia Juanita Suherli, istri dari alm. Charles van Rijk, di mana ibu mertua ibu dari alm. Charles van Rijk merupakan keturunan dari Eyang Jaga Baya yang merupakan seorang tokoh pada masa pemerintahan Prabu Geusan Ulun. Cerita ini diceritakan secara turun-temurun, dan saya merasa sangat beruntung dapat mendengarnya secara langsung. Saya mohon maaf sebelumnya jika ada kesalahan atau kekurangan pada tulisan ini dari cerita yang sesungguhnya. Diceritakan bahwa ibu dari Charles van Rijk yang bernama oma Iyot adalah putri dari Aki Adjoem nama kecil yang merupakan putra sulung dari Eyang Jaya Manggala. Eyang Jaya Manggala merupakan keturunan dari Eyang Jaga Baya yang bersaudara dengan Eyang Jaya Perkosa Sanghyang Hawu dan Eyang Terong Peot Batara Pancar Buana. Sesuai dengan informasi Wikipedia di atas, Prabu Geusan Ulun bersama dengan Kandaga Lante mengunjungi Cirebon. Dan kemudian Prabu Geusan Ulun membawa pulang Ratu Harisbaya. Pada saat itu Prabu Geusan Ulun telah memiliki seorang permaisuri bernama Ratu Kencana Wungu. Ratu Kencana Wungu setelah mengetahui bahwa Prabu membawa seorang Ratu baru yang kemudian dinikahinya meninggalkan kerajaan Sumedang Larang dan bertapa di suatu tempat. Ratu Kencana Wungu meninggalkan kerajaan dan melepas semua atribut kerajaannya karena tidak menginginkan Prabu Geusan Ulun memiliki dua orang Ratu. Ratu Kencana Wungu mengganti namanya menjadi Nyimas Cukang Gedeng Waru, dan beliau kemudian mengabdikan dirinya untuk membantu orang lain yang mengalami kesulitan. Salah seorang dari Kandaga Lante, yaitu Eyang Jaya Perkosa yang pulang belakangan mengetahui bahwa Ratu Kencana Wungu telah meninggalkan kerajaan. Eyang Jaya Perkosa yang saat itu menjadi kaget dan sedih karena kepergian Ratu Kencana Wungu, bertanya pada adiknya yang adalah Eyang Jaga Baya. Percakapan yang sesungguhnya dalam bahasa Sunda, namun saya menulisnya dalam bahasa Indonesia. Percakapan dalam tulisan ini adalah percakapan yang mewakili percakapan yang sesunguhnya terjadi. “Mengapa adik membiarkan hal ini terjadi? Mengapa adik membiarkan Ratu pergi dari kerajaan?” Eyang Jaga Baya menjawab, “Saya tidak berani, karena Prabu telah berkehendak demikian menikah dengan Ratu Harisbaya”. Eyang Jaga Baya tentu merasa kesulitan untuk menentang dan menghalangi kepergian Ratu Kencana Wungu. Namun, Eyang Jaya Perkosa menjadi marah setelahnya dan berkata, “Kalau begitu adik tidak pantas untuk berada di sini!” Seketika itu juga Eyang Jaya Perkosa menendang Eyang Jaga Baya hingga 5 km jauhnya. Namun, karena Eyang Jaga Baya juga memiliki kesaktian yang tinggi, Eyang mendarat dengan kedua kaki berdiri di sebuah tempat yang kemudian diberi nama Nangtung. Nangtung memiliki arti berdiri dalam bahasa Indonesia. Sejak saat itu, Eyang Jaga Baya menetap di Nangtung begitu juga dengan keturunannya. Nama asli dari Eyang Jaga Baya hingga saat saya menulis cerita ini tidak tercantum pada tulisan dalam Wikipedia di atas. Saya tidak tahu mengapa? Mungkin karena Eyang Jaga Baya memiliki nama lain yang saya belum dapatkan informasinya atau karena hal lain. Yang pasti nama Jaga Baya merupakan nama keprajuritan yang memiliki arti sebagai berikut, Jaga = menjaga, Baya = marabahaya. Jadi, sesuai dengan namanya Eyang Jaga Baya memang bertugas untuk menjaga dari suatu marabahaya. Eyang berjaga di daerah Cadas Pangeran pada masa pemerintahan Prabu Geusan Ulun yang saat itu merupakan pintu masuk menuju kerajaan Sumedang Larang. Museum Geusan Ulun
HanjuangDi Kutamaya, diawali dari kandaga lante dari Pajajaran yang terdiri dari 4 orang senopati diantaranya Mbah Jaya perkosa Mbah nanganan mbah terong pe Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Saya terbangun pukul karena Hp berbunyi, ada panggilan telpon dari seorang teman lama. Terdengar dari sana suara teman saya bercampur nafas yang sedikit terengah-engah seperti orang yang sudah melakukan pekerjaan berat, lalu dia menceritakan pengalamannya malam tadi ber Samadhi di Makam Eyang Jaya Perkasa di daerah Sumedang, Jawa Barat. Teman saya tersebut bernama Pak Sudayat, berasal dari Pandeglang, Banten. Karena ia beristeri seorang perempuan Sumedang, maka Pak Sudayat berdomisili di Sumedang. Pak Sudayat adalah seorang spiritualis yang ikhlas mendukung Capres Prabowo, melalui olah spiritualnya. sumber gambar Menurut ceritanya via telepon, malam tadi selepas tarawih, Pak Sudayat ingin menyepikan diri dari keramaian di tempat yang representatif menurut pendapatnya, yakni di Makam Eyang Jaya Perkasa Sumedang, yang kebetulan berdekatan dengan rumah tempat tinggalnya, bagi yang belum tahu mengenai siapa Eyang Jaya Perkasa, bisa baca kisahnya di sini. Maksud dan tujuan Pak Sudayat menyepi adalah bermunajat dan memohon kepada Tuhan di tempat petilasan leluhur sekalian berziarah kepada leluhur menurut pengakuannya bukan menyembah dan meminta kepada makam leluhur. Ada pun yang dimohonkan kepada Tuhan di makam leluhur oleh Pak Sudayat adalah agar Capres yang diidolakannya, yakni Capres no. urut 1 Prabowo, menang dalam Pilpres esok hari hari ini dan mulus menapaki kursi kepresidenan tanpa gangguan dan halangan apa pun. Namun yang terjadi kemudian, setelah sekitar 2 jam Pak Sudayat ber Samadhi mengheningkan cipta, memohon perkenan do’a kepada Yang Maha Kuasa, tiba-tiba arah duduknya yang menghadap cungkup makam dibalikkan oleh suatu kekuatan gaib yang tidak terlihat, sehingga posisi duduk bersilanya yang semula menghadap cungkup makam, menjadi membelakangi cungkup makam. Hal aneh inilah yang diceritakan oleh Pak Sudayat via telepon pada dini hari tadi kepada saya. Kesimpulan dari Pak Dayat adalah, mungkin Tuhan memberikan petunjuk melalui wangsit di makam leluhur, bahwa Capres yang diidolakannya itu Prabowo, yang meski di atas kertas menurut keyakinan Pak Sudayat, semula dipercayai akan memenangi Pilpres, rupanya akan kalah telak oleh pasangan no. urut 2. Oleh karena Pak Sudayat tahu bahwa saya ini adalah pendukung Capres Jokowi, maka Pak Sudayat ingin memberitahukan pertanda alam yang mengindikasikan kekalahan Capres idolanya, dan mengakui akan keunggulan Capres dukungan saya Jokowi. Meskipun meyakini akan kalah, Pak Sudayat mengatakan bahwa ia akan tetap mencoblos Prabowo pada Pilpres hari ini, sebagai bentuk kesetiaannya. Serta walau pun belum terjadi pemungutan suara dan ada hasil hitung cepat yang setidaknya bisa menggambarkan siapa pemenang Pilpres hari ini, tetapi Pak Sudayat sudah berani memprediksi bahwa Jokowi akan menang telak. Begitulah cerita seorang kawan yang berbeda pilihan politik dengan saya, tetapi kami tetap berteman akrab dan saling menghargai satu sama lain. Tidak hanya berbeda dalam pilihan politik, tetapi juga mungkin dalam pandangan mengenai kepercayaan. Pak Sudayat mempercayai hal-hal klenik, seperti menyepi di tempat petilasan leluhur yang ia percayai sebagai media mendekatkan diri kepada Tuhan. Sedangkan saya cukup dengan hal yang mudah saja untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, tidak perlu jauh-jauh ke makam leluhur jika hanya ingin berdo’a dan memohon petunjuk, cukup ke Mesjid saja yang “Rumah Tuhan”, bahkan di rumah pun jadi jika hanya untuk berdo’a dan memohon petunjuk Tuhan dengan shalat hajat atau istikharah, karena bahkan Tuhan lebih dekat dari urat leher manusia. Tapi saya pribadi pun sering juga mengunjungi makam leluhur, tetapi bukan untuk bermeditasi atau mohon petunjuk, melainkan sebagai wisata sejarah mengenal masa lalu dengan menapaki peninggalan sejarah, diantaranya makam-makam leluhur. Karena itu, mengenai wangsit yang didapat oleh teman saya tersebut, tidak sepenuhnya saya percayai. Tetapi yang lebih saya percayai adalah keyakinan diri saya, bahwa in sya Allah, Jokowi akan menang Pilpres hari ini, bukan atas dasar wangsit, melainkan keyakinan diri ! Lihat Politik Selengkapnya
Memakaibaju batik bagi keturunan Embah Jaya Perkasa ternyata dilarang bagi keturunannya saat berziarah ke makamnya di Gunung Rengganis, Sumedang, Jawa Barat. Kami merasa gugup setelah mendengar berita bahwa Eyang tewas dalam medan perang. Kami ingin menyelamatkan rakyat maka kami pergi meninggalkan Kutamaya. Dari sini terlihat jelas ke
– Sumedang memiliki perjalanan sejarah yang sangat panjang. Berdasarkan data kesejarahannya, sebelum Indonesia merdeka, wilayah Sumedang pernah mengalami zaman prasejarah, zaman sejarah Sumedang kuno, zaman Kerajaan Sumedang Larang. Tiap zaman pemerintahan penguasa-penguasa itu meninggalkan jejak-jejak sejarahnya, baik berupa artefak atau makam makamnya. Seperti di Makam keramat Joglo di Dusun Cipelang Rt 01 Rw 06 Desa Sukatali Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Di makam ini, terdapat beberapa makam leluhur Sukatali yakni Eyang Sukatali Eyang Sukma Direja atau Eyang Sunton Jaya Kusuma bin Eyang Jaya Perkasa, Eyang Parana Candra, Nyi Pandan Wangi, Eyang Pura Laksana, Eyang Jaya Laksana, Eyang Aria Pangemban Cinde, Eyang Glutuk Galung Lenggang Kencana, Eyang Gubing, Raden Dani, Nyimas Dewi Harningsih, Eyang Bunda Cuntring Manik. Makam Keramat Joglo tersebut terlihat cukup sederhana bahkan diduga belum tercatat sebagai cagar budaya. Menurut Kepala Desa Sukatali Edi Sujana melalui Kasi Kesra Abdul Ajis mengatakan, makam keramat tersebut sampai saat ini masih kerap dikunjungi peziarah dari dalam maupun luar kota. “Alhamdulillah masih ada yang berziarah ke leluhur Sukatali ini meskipun belum banyak,” katanya Rabu 2/2/2022. Ia mengatakan desa Sukatali Kecamatan Situraja merupakan hasil pemekaran dari Desa Sukaambit. “Jadi menurut catatan Sejarah dan legenda Desa Sukatali merupakan Desa Hasil Pemekaran dari Desa Sukaambit. Desa Sukatali dimana dahulunya memiliki wilayah administratif yang merupakan gabungan dari Desa Sukatali dan Ambit. Makam Keramat Joglo tersebut ada di Desa Sukatali,” tuturnya Dikatakannya, para peziarah yang datang biasanya mengirimkan doa dengan membacakan Surat Yasin. Namun Pihaknya belum bisa memfasilitasi sarana prasarana dengan sempurna di lokasi makam keramat tersebut . “Kami belum bisa memberikan fasilitas untuk para peziarah supaya terasa nyaman saat berkunjung seperti area parkir khusus, Mushola, toilet serta lampu di beberapa titik yang siap menyinari saat malam,” ujar Edi.
PIYEUNGJAYA PERKASA. Summary PT. PIYEUNG JAYA PERKASA. PT. PIYEUNG JAYA PERKASA adalah perusahaan Pelaksanaan konstruksi berbentuk PT. PT. PIYEUNG JAYA PERKASA beralamat di Jl. Pattimura No. 89 Gp. Sukaramai Kec. Baiturrahman kabupaten Kota Banda Aceh. PT. PIYEUNG JAYA PERKASA adalah badan usaha berpengalaman yang mengerjakan proyek nasional.

In 1992, PT PJB and PT PJI commenced cooperation with Chinese engineering company - Shandong Machinery Import and Export Group SDMIEC. This collaboration had since spawned the successful construction of many coal-fired steam power plants all over Indonesia. As a representative of SDMIEC in Indonesia, PJB and PJI aim to provide electricity to remote and isolated areas by facilitating the construction of the power plants. In 2003, following Albert Wu's vision, the company's first independent power producer IPP project was constructed. The 2 x 7 megawatt MW power plant in Lati Berau, East Kalimantan started operations in 2004 and is legally registered as PT Indo Pusaka Berau PLTU; as another one of PJB's subsidiaries. Following the success of the first IPP project, in 2005 the Regional Government of Palu officially invited PJB to assist in Palu's electricity crisis. As a response to this invitation, PJB constructed two coal-fired steam power plants as an IPP. This power plant has the capacity of 2 x 15 MW and is legally registered under PT Pusaka Jaya Palu Power PJPP, PLTU - PJB being one of the shareholders. Since then PJB and PJI has, under the management of Albert Wu, facilitated the construction of many more power plants in Indonesia. We are very proud and very humbled to assist in filling the electricity demands of the Indonesian Government and private industries.

Muisk: Am F G Am Reff : F Adakah obat yang bisa G Membuat aku perkasa C F Sehingga dirimu bisa jatuh cinta.. Dm G Am Lalu kau tinggalkan dia demi aku.. F Berapa saja harganya G Aku akan membelinya C F Dimana letak tokonya oh dimana.. Dm G Am Sehingga aku yang jadi juaranya.. Outro : Am [ [ [ORIGINAL CHORD]]] Intro : G#m F# E F# G#m G#m Saat ku
Embah Jaya Perkasa atau Sanghiyang Hawu adalah salah satu Patih Kerajaan Sumedang Larang saat diperintah Raden Angka Wijaya atau lebih dikenal sebagai Prabu Geusan memakai baju batik bagi keturunan Embah Jaya Perkasa ternyata dilarang bagi keturunannya saat berziarah ke makamnya di Gunung Rengganis, Sumedang, Jawa Barat. Baca Juga Kisah Mistis Makam Medelek di Jombang yang Dianggap Sebagai Kuburan Terangker di IndonesiaKonon hal ini terkait sumpah yang diucapkan Embah Jaya Perkasa saat menghilang tanpa bekas di Gunung tersebut usai menghadap sang Raja Prabu Geusan Ulun. Tapi, mengapa ada larangan memakai batik jika berziarah ke tempat ini? Jika dilanggar, benarkah celaka akan segera menimpa?”Memang ada ada larangan tidak boleh pake batik. Dilarang atau tabu untuk pengunjung pakai batik ke atas. Ini merupakan satu simbol, bahwa ke atas ke tempat Panglima Sumedang Larangan jangan punya hati yang belang seperti batik. Siapa yang melanggar pantangan itu, akan kena bala,” ungkap Nano Sutisna, Kuncen petilasan Mbah Jaya Juga Ternyata Ini Alasan Batu Nisan Perempuan Belanda di Jogja Selalu MiringMemasuki kaki rengganis, suasana terasa mistis. Juga, ketika memasuki area petilasan Mbah jaya Perkasa. Inilah tokoh keramat Pepatih Dalem Prabu Geusun Ulun, yang bertahta di Kerajaan Sumedang Larang pada tahun 1579 hingga 1801 lampau. “Yang mau ziarah atau nyekar ke Pangeran, tasnya juga harus disimpan untuk menghormati leluhur dan adat,” imbuh hawa metafisika yang kuat, larangan sangat beras bagi peziarah memakai batik, memag tidak bisa ditawar-tawar lagi. Larangan ini konon sangat erat kaitannya dengan konflik lama, antara Sumedang Larang dengan Cirebon. Dan kini, larangan itu seperti menjadi keyakinan massal, yang jika dilanggar akan membawa malapetaka. “Boleh percaya boleh tidak ya. Dulu ada yang sengaja coba melanggar pakai batik naik ke atas, eh mengalami kecelakaan. Karena dia melanggar aturan dan adat yang berlaku di sini,” tutur Nano, tanpa menjelaskan lebih lanjut kecelakaan yang Juga Kisah Mistis Masjid Kuno Bacan yang Konon Terdapat Nisan Makam yang Tumbuh Sendiri Karenanya, warga di sekitar Petilasan Mbah Jaya Perkasa atau yang berada di lereng gunung Rengganis paham betul dengan larangan memakai batik ini. Bahkan ditantang dibayar berapapun tak ada yang berani. Pasalnya, mereka sudah menyaksikan sendiri suasana mencekam yang muncul, begitu ada yang melanggar larangan itu. “Karena menurut leluhur dan tokoh masyarakat, bisa terjadi malapetaka semacam hujan angin yang dahsyat kalo larangan itu dilanggar,” tandas Dadang, warga sekitar. Selainitu Eyang Jaya Kusuma juga diketahui punya mustika atau pusaka di tempat peristirahatannya dan pada akhirnya disana dinamanya Mustika Jaya dan kini berubah menjadi sebuah kecamatan. Nama tersebut berasal dari peninggalannya Eyang Jaya Kusuma atau disebut Mustikanya Jaya Kusuma. Penulis: Salsabila Wikan Paramitha. Editor :Nia Aulia Andabisa menghubungi Pusaka Jaya Putratama Perkasa. PT lewat telepon menggunakan nomor (024) 3559359. Bisnis di Kode Pos 50126. 475 Bisnis di 50126. Sekitarnya. Kode Area. Harga. Kategori. Perusahaan Sejenis Terdekat. Studio 66 Kamar Musik. 0,51 km. PT. Mandala Adhiperkasa Sejati. 0,92 km. Pancamanunggal Wiradinamika, PT. 0,94 km
StokProduk Mustika Eyang Kasa 1 buah. Asal Usul Mustika Eyang Kasa dari Penarikan Gunung Keramat. 6257. Keterangan Mustika Eyang Kasa: Mustika ini memiliki motif pamor yang sangat jelas berbentuk angka tuju yang sangat unik dan indah. Call Center Pusaka Dunia / Dunia Pusaka BlackBerry: 2B1 88008 Phone :+6285 2939 88885 Sms : +6285 2939 88885

INISUMEDANGCOM - Eyang Jagariksa dikenal memiliki sejumlah pusaka, seperti Sorban putih, Keris berluk tiga sampai Sembilan, Besi Kuning dan Gobang yang diyakani mempunyai keitsimewaan tingkat energi dan kesakitan yang tinggi dengan keistimewaan yang berbeda-beda.. Bentuk Sorban Putih Gaib milik Eyang Jagariksa ini, sama dengan bentuk sorban pada umumnya namun memiliki panjang kurang lebih

.
  • fzbm6g2erc.pages.dev/437
  • fzbm6g2erc.pages.dev/435
  • fzbm6g2erc.pages.dev/213
  • fzbm6g2erc.pages.dev/222
  • fzbm6g2erc.pages.dev/13
  • fzbm6g2erc.pages.dev/459
  • fzbm6g2erc.pages.dev/38
  • fzbm6g2erc.pages.dev/3
  • pusaka eyang jaya perkasa